MAKALAH
APLIKASI
AKHLAK BAIK DALAM AKTIVITAS PENDIDIKAN, EKONOMI, HUKUM DAN POLITIK BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Akhlak mempunyai
peranan yang cukup signifikan dalam agama Islam. Setiap aspek ajaran Islam
selalu berorientasi pada pembinaan dan pembentukan akhlak. Ibadah yang
disyariatkan Islam bukanlah suatu jenis ritual yang kering dan hanya mengaitkan
manusia kepada satu wujud transendental serta membebaninya dengan serangkaian
ritus agama yang hampa makna. Tetapi, hal itu merupakan suatu bentuk “exercise”
(latihan) untuk mengkondisikan manusia agar hidup dalam suasana penuh keluhuran
budi (akhlak) dalam kondisi apapun.
Misi utama Rasulullah di muka bumi adalah
untuk menyempurnakan akhlak, tepat sekali jawaban Aisyah r.a. atas pertanyaan
mengenai akhlak Rasulullah, yaitu: “Akhlak Nabi Muhammad saw. adalah Alquran”.
Jawaban yang ringkas dan sarat makna ini menunjukkan Alquran telah menyatu
dalam diri Nabi dan menjadi paradigma dalam totalitas perilaku kesehariannya,
sehingga Allah memposisikan Nabi tidak hanya sebagai pembawa risalah langit,
tetapi sekaligus sebagai “uswatun hasanah”
Realitas
sosial sebelum “bi’tsah” Nabi telah melahirkan nilai-nilai moral yang sudah
berakar dan tertancap kuat di tengah-tengah masyarakat Arab. Kehadiran misi
Nabi tidak serta merta mengeliminirnya, bahkan dalam batas-batas tertentu, Nabi
mengakomodasi dan menjadikannya sebagai bagian integral ajaran Islam.
Substansi
misi suci Nabi terkait erat dengan semangat “rabbaniyah dan insaniyah” yaitu
pola hubungan antara dimensi vertikal (hablum min Allah) dan dimensi horizontal
(hablum min An-Naas). Jika pola hubungan ini cukup kuat dan sejati, maka akan
memancar pelbagai bentuk relasi pergaulan manusia yang berbudi luhur. Dari
semangat rabbaniyyah dan insaniyyah ini. Nabi membangun masyarakat madani yang
bercirikan kuat dan berorientasi kepada nilai-nilai luhur (akhlaq al-karimah).
Oleh karena itu, suatu tatanan masyarakat yang sehat dan berkualitas akan
terwujud bila akhlak menjadi mainstream
dan terefleksikan dalam perilaku keseharian.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang masalah aplikasi
akhlak baik. Untuk itu kami membuat rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam aktifitas
pendidikan ?
b. Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam ekonomi
?
c. Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam hukum ?
d. Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam politik
?
C.
Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
a. Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam
aktifitas pendidikan.
b Untuk mengetahui aplikasi
akhlak baik dalam ekonomi.
c. Untuk mengetahui aplikasi
akhlak baik dalam hokum.
d. Untuk mengetahui aplikasi
akhlak baik dalam politik.
D.
Metode Penulisan
Metode yang kami gunakan dalam penyusunan
makalah ini adalah metode Argumentasi.
E.
Sistematika Penulisan
Dalam pembahasan ini, kami menyusun pokok-pokok
pembahasan dan membaginya secara sistematik yang terdiri dari :
BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari : Latar belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika
Penulisan.
BAB II Pembahasan masalah
BAB III Penutup, yang terdiri dari : Simpulan dan Daftar
Pustaka.
BAB
II
PEMBAHASAN
MASALAH
A.
Aplikasi Akhlak Baik dalam Pendidikan
Sudah semestinya apabila pembentukan akhlak mulia harus
tetap diprioritaskan dalam tujuan penyelenggaraan pendidikan. Namun, seiring
lajunya zaman rasanya semakin berat tantangan dunia pendidikan ini dalam rangka
menyiapkan manusia yang mempunyai akhlak mulia. Diketahui, bahwa pada era
globalisasi ini, batas-batas budaya sulit dikenali. Oleh karena itu, tugas
dunia pendidikan semakin berat untuk ikut membentuk bukan saja insan yang siap
berkompetisi, tetapi juga mempunyai akhlak mulia dalam segala tindakannya
sebagai salah satu modal sosial (capital social). Agar terbentuknya insan yang
berakhlak mulia, tentu saja ada suatu tuntutan bagaimana proses pendidikan yang
dijalankan mampu mengantarkan manusia menjadi pribadi yang utuh, baik secara
jasmani maupun rohani. [1]
Lebih dari itu, dunia pendidikan masih dihadapkan pada
kerusakan yang tengah dialami bangsa Indonesia, yaitu permasalahan “krisis
multidimensi”. Artinya, krisis yang tengah melanda bangsa ini tidak hanya dalam
bidang financial moneter (keuangan) semata, melainkan juga adanya pengelolaan
yang lemah (weak governance) dalam urusan pemerintahan serta kekuasaan,
sehingga semakin merambah meliputi semua segi kehidupan bangsa[2].
Untuk itu, penegakan akhlak yang mulia harus menjadi agenda yang tidak boleh
dikesampingkan, karena lemahnya akhlak inilah yang tampaknya menyebabkan bangsa
ini mengalami krisis multidimensi.
[1] Sudarwan
Danim. (2006). Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[2] Sudarwan Danim.
(2006). Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Dapatlah diamati, KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme)
yang menjadi penyakit bangsa ini sulit dihentikan, seakan-akan telah menjadi
suatu budaya. Bahkan pada era reformasi ini ditemui, untuk tidak mengatakan
banyak, orang yang awalnya meneriakkan “hentikan korupsi”, sekarang sebaliknya
malah dia sendiri yang melakukan KKN. Seakan-akan dia berteriak karena belum
mendapat bagian kue, dan ketika giliran mendapatkannya lantas diam.
Melihat kedaan semacam ini, tidaklah berlebihan apabila
salah satu perioritas garapan dunia pendidikan adalah mengatasi krisis akhlak
yang tengah melanda bangsa ini. Namun, terkadang memang terasa ironis,
disebabkan kebanyakan yang melakukan tindak korupsi atau berprilaku tak
berakhlak adalah mereka orang-orang yang “terdidik”. Mereka adalah orang yang
pernah mengenyam dunia pendidikan, yang rata-rata pernah duduk di tingkat
pendidikan menengah lanjutan sampai perguruan tinggi, bahkan tingkat doktoral.
Pertanyaannya adalah, apakah hal tersebut menandakan
kurang berhasilnya dunia pendidikan bangsa Indonesia? Atau, perilaku yang
semacam ini sudah menjadi mental kebanyakan masyarakat bangsa Indonesia,
sehingga sulit disembuhkan. Terlepas dari semua itu, tetap bahwa pendidikan akhlak
atau pendidikan humaniora harus dikedepankan. Dengan demikian, tidak semestinya
terdengar atau keluar perkataan “putus asa”.
Etika ini dimaksudkan untuk menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu
menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai
kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini
diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang
tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif dalam
kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya, serta menciptakan iklim
kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Aplikasi Akhlak Baik
dalam Ekonomi
Secara umum, bisa dibilang bahwa ekonomi adalah sebuah bidang kajian tentang pengurusan sumber daya material individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Karena ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan atau distribusi.
Persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong
berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan
terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada
rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan. Etika ini mencegah
terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah
kepada KKN dan diskriminasi. Minimnya etika di bidang ini lebih menimbulkan
akibat negatif seiring dengan munculnya dominasi kapitalisme yang bersandar
pada premis kaum libertarian bahwa kebebasan hasrat manusia harus dijamin dan
hanya dengan kebebasan hasrat itulah akan dicapai kemajuan di bidang ekonomi.
Intinya, kapitalisme percaya bahwa nafsu keserakahan (greed) manusia-lah yang
akan mendatangkan kemajuan. Oleh karena itu, tidak boleh ada batasan terhadap
kebebasan keserakahan manusia ini, terutama kebebasan untuk berusaha
menjalankan aktivitas ekonomi dengan segala cara. Premis mendasar kapitalisme
tersebut memunculkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) keburukan. Pertama, persaingan
bebas, dengan menghalalkan segala cara, yang menghasilkan pemusatan kekuasaan
atau modal hanya pada segelintir orang. Karena keserakahan yang dibiarkan
bebas, maka persaingan pun terjadi dan pemilik modal lebih besar keluar sebagai
pemenang. Selain menimbulkan kesenjangan, pemusatan modal juga mengganggu
keseimbangan pasar karena produksi tetap dijalankan sedangkan kemampuan membeli
tidak ada. Krisis pun terjadi dan akan menjadi bagian dari kapitalisme itu
sendiri. Kedua, perekonomian kapitalisme tidak berpijak pada perekonomian riil.
Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan tidak selalu
berbanding lurus dengan pertumbuhan industri atau perdagangan barang dan jasa.
Banyak perdagangan yang bersifat semu dan berorientasi pada pemuas kesenangan
serta mengejar keuntungan. Misalnya, perdagangan mata uang dan logam mulia.
Perdagangan ini mengakibatkan nilai dan jumlah uang yang
beredar “seolah-olah” semakin besar dan bertambah nilainya, namun tidak
diiringi pertumbuhan sektor riil. Suatu saat, tentu akan mengalami puncak dan
ambruk karena tidak memiliki aktivitas ekonomi riil sebagai dasarnya. Ketiga,
sistem yang mengumbar keserakahan dan persaingan bebas yang menghalalkan segala
cara telah merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara, terutama maraknya
praktik korupsi.
Banyak sekali konsep-konsep ekonomi yang termuat dalam
Al-Qur-an, diantaranya yang bersumber dari surat Al Qoshos ayat 77 yang isinya
.
Artinya : “Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.”
Maksudnya adalah perekonomian yang dikelola dengan
berorientasi pada dunia dan ahirat.
C. Aplikasi Akhlak
Baik dalam Hukum
Aplikasi akhlak
baik dalam hukum dimaksudkan untuk menumbuhkan
kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya
dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang
berpihak pada keadilan. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya
supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan yang
hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Etika ini meniscayakan penegakan
hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap
warganegara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah
sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya..
Menetapkan hukum syariat merupakan fardhu kifayah.
Masyarakat harus mempunyai seorang hakim agar hak-hak mereka tidak sia-sia.
Dalam aspek hukum terdapat keutamaan yang besar bagi
siapa saja yang kuat mengembannya serta melaksanakan hak-haknya. Pelaksanaan
hukum lebih utama dari ibadah lainnya yang dilandasi dengan niat. Dalam
pelaksanaan hukum terdapat hal yang sangat strategis sekali dan berdosa besar
bagi orang yang tidak melaksanakan haknya.
Hadis yang
menjelaskan tentang hukum adalah :
عَنْ ابْنِ
بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ
: (الْقُضَاةُ ثَلاَ ثَةٌ وَا حِدٌ فِي الْجَنَّةِ وَاثْنَانِ فِي النَّارِ
فَأَمَّا الَّذِي فِي الْجَنَّةِ فَرَجَلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ وَرَجُلٌ
عَرَفَ الْحَقَّ فَجَارَ فِي الْحُكْمِ فَهُوَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ قَضَى
للنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّا رِ ) قَالَ أَبُو دَاوُد وَ هَذَا
أَصَحُّ شَيْ ءٍفِيهِ يَعْنِي حَدِيثَ ابْنِ بُرَيْدَةَ الْقُضَاةُ ثَلَا ثَةٌ
(رواه أبو داود في السنن, كتاب الأقضية, باب في القا
ضي يخطئ)
Dari Buraidah r.a, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Hakim itu
ada tiga macam: Dua hakim berada di neraka dan satu di surga. Hakim yang
mengetahui kebenaran kemudian ia menetapkan hukum dengannya, maka ia berada di
surga. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran, tetapi ia tidak menetapkan
hukum dengannya dan berlaku curang dalam hukum, maka ia berada di neraka. Dan
hakim yang tidak mengetahui kebenaran lalu menetapkan hukum kepada manusia di
atas kebodohan, maka ia berada di neraka. ” (HR.Empat imam hadits) [3]
[3] Abdullah bin Abdurrahman Albassam, Syarah
Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 195
D. Aplikasi Akhlak Baik dalam Politik
Tujuan utama
kekuasaan dan kepemimpinan dalam suatu pemerintahan dan Negara adalah menjaga
suatu system ketertiban agar masyarakat menjalankan kehidupannya dengan
wajar.pemerintahan pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.
Pemerintahan tidak diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyarakat, mengembangkan kemampuan dan
kreatifitas demi tercapainya tujuan bersama. Oleh karena itu, secara umum tugas
pokok pemerintah atau penguasa suatu Negara adalah menjamin diterapkannya
perlakuan adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status
apapunyang melatagrbelakangi keberadaan mereka, melakukan pekerjaan umumdan
member pelayanan dalambidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga
non pemerintah, atau yang akan lebih baik dikerjakan oleh pemerintah, melakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan social, menerapkan kebijakan
ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, serta kebijakan lain, menerapkan
kebijakan utnuk pemeliharaan dan pemanfaatna sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Untukmengemban amanah tersebut diperlukan konstitusi,hokum, etika dan
lembaga-lembaga yang tepat dengan para aparatur yang selalu semangat melayani
kepentingan umum dalam menyelenggarakan kekuasaan Negara harus berdasar pada :
- Ketertiban dan kepastian hokum dalam pemerintahan;
- Perencanaan dalam pembangunan;
- Pertanggung jawaban, baik oleh pejabat dalam arti luas maupun oleh pemerintah;
- Pengabdian pada kepentingan masyarakat;
- Pengendalian yang meliputi kegiatan pengawasn, pemeriksaan, penelitian, dan penganalisisan;
- Keadilantata usaha/administrasi Negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Akhlak
yang disyariatkan oleh Islam dalam politik dan kenegaraan adalah sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 59 :
قال الله تعالى: {يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ
مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَومِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ
تَأْوِيلاً} [النساء: 59] .
”Hai
orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa : 59)
Rakyat harus berakhalak baik
kepada pemimpinnya, yaitu taat sebagaimana taatnya umat Islam kepada Allah SWT
dan Rasulullah SAW. Akan tetapi pemimpin yang wajib ditaati adalah pemimpin
yang bertakwa kepada Allah SWT, berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunah, jujur
adil, dan selalu berkeinginan untukmeningkatkan kesejahtaraan rakyatnya.
Akhlak dalam berpolitik
sebagaimana disyariatkan dalam ajaran Islam adalah akhlak yang dibangun oleh
dasar-dasar Qurani, sehingga para politisi, penguasa, negarawan, dan masyarakat
wajib menerapkan etika politik Islam.
Diantaranya seelalu saling menghargai pendapat masing-masing, menegakkan
demokrasi, menepati janji-janji politik kepada masyarkat, jujur, dan amanah
dalam memegang dan menjalankan tugas-tugasnegara demi kesejahteraan dak
keadilan social. Oleh karena itu, akhlak
dalam berpolitik perlu ditegakkan, diantaranya dengan mengamalkan seluruh
peraturan perundangan yang berlaku.
Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat
dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa
besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan
publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya
bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam
perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari
sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan
berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Akhlak-akhlak
yang disyariatkan dalam Islam itu bermacam-macam. Dalam makalah ini penulis membatasi
pembahasan aplikasi akhlak baik ini. Penulis memaparkan mengenai alikasi akhlak
baik dalam ekonomi, hukum, politik dan pendidikan. Pengimplementasian akhlak
baik ini dalam kehidupan sangatlah perlu dilaksanakan. Dalam kehidupan bersosialisasai,
berbangsa dan bernegara.
B.
SARAN
Penulis menyarankan agar dalam menjalankan
kehidupan ini dalam berbagai aspek apapun hendaknya dijalankan sesuai syariat
Islam atau sesuai dengan akhlak baik yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Baik itu dalam pelaksanaan ibadah ritual, pendidikan, ekonomi, politik, hikum,
seni budaya, kemasyarakatan, lingukngan dan kesehatan.
Dapatkan pinjaman dana paling tinggi hanya dengan gadai bpkb mobil dan kredit mobil bekas dp rendah serta cicilan yang ringan untuk seluruh wilayah indonesia
BalasHapusUntuk keterangan selengkapnya silahkan hubungi marketing officer kami berikut ini. Cukup melalui sms atau whatsapp, kemudian marketing kami akan segera menghubungi Anda
Contact : Sukma Dinata
Phone/Whatsapp/Sms: 081280295839