Rabu, 17 April 2013

MAKALAH APLIKASI AKHLAK BAIK DALAM AKTIVITAS PENDIDIKAN, EKONOMI, HUKUM DAN POLITIK




MAKALAH
APLIKASI AKHLAK BAIK DALAM AKTIVITAS PENDIDIKAN, EKONOMI, HUKUM DAN POLITIK

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Akhlak mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam agama Islam. Setiap aspek ajaran Islam selalu berorientasi pada pembinaan dan pembentukan akhlak. Ibadah yang disyariatkan Islam bukanlah suatu jenis ritual yang kering dan hanya mengaitkan manusia kepada satu wujud transendental serta membebaninya dengan serangkaian ritus agama yang hampa makna. Tetapi, hal itu merupakan suatu bentuk “exercise” (latihan) untuk mengkondisikan manusia agar hidup dalam suasana penuh keluhuran budi (akhlak) dalam kondisi apapun.
 Misi utama Rasulullah di muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak, tepat sekali jawaban Aisyah r.a. atas pertanyaan mengenai akhlak Rasulullah, yaitu: “Akhlak Nabi Muhammad saw. adalah Alquran”. Jawaban yang ringkas dan sarat makna ini menunjukkan Alquran telah menyatu dalam diri Nabi dan menjadi paradigma dalam totalitas perilaku kesehariannya, sehingga Allah memposisikan Nabi tidak hanya sebagai pembawa risalah langit, tetapi sekaligus sebagai “uswatun hasanah”
               Realitas sosial sebelum “bi’tsah” Nabi telah melahirkan nilai-nilai moral yang sudah berakar dan tertancap kuat di tengah-tengah masyarakat Arab. Kehadiran misi Nabi tidak serta merta mengeliminirnya, bahkan dalam batas-batas tertentu, Nabi mengakomodasi dan menjadikannya sebagai bagian integral ajaran Islam.
               Substansi misi suci Nabi terkait erat dengan semangat “rabbaniyah dan insaniyah” yaitu pola hubungan antara dimensi vertikal (hablum min Allah) dan dimensi horizontal (hablum min An-Naas). Jika pola hubungan ini cukup kuat dan sejati, maka akan memancar pelbagai bentuk relasi pergaulan manusia yang berbudi luhur. Dari semangat rabbaniyyah dan insaniyyah ini. Nabi membangun masyarakat madani yang bercirikan kuat dan berorientasi kepada nilai-nilai luhur (akhlaq al-karimah). Oleh karena itu, suatu tatanan masyarakat yang sehat dan berkualitas akan terwujud bila  akhlak menjadi mainstream dan terefleksikan dalam perilaku keseharian.    

B. Rumusan Masalah
               Dalam makalah ini kami akan membahas tentang masalah aplikasi akhlak baik. Untuk itu kami membuat rumusan masalah sebagai berikut :
a.  Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam aktifitas pendidikan ?
b.  Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam ekonomi ?
c.  Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam hukum ?
d.  Bagaimana aplikasi akhlak baik dalam politik ?




C. Tujuan Penulisan
               Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
a.  Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam aktifitas pendidikan.
b Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam ekonomi.
c. Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam hokum.
d. Untuk mengetahui aplikasi akhlak baik dalam politik.



D. Metode Penulisan
               Metode yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode Argumentasi.



E. Sistematika Penulisan
               Dalam pembahasan ini, kami menyusun pokok-pokok pembahasan dan membaginya secara sistematik yang terdiri dari :
BAB I                  Pendahuluan, yang terdiri dari : Latar belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II                Pembahasan masalah
BAB III               Penutup, yang terdiri dari : Simpulan dan Daftar Pustaka.



BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

A. Aplikasi Akhlak Baik dalam Pendidikan
Sudah semestinya apabila pembentukan akhlak mulia harus tetap diprioritaskan dalam tujuan penyelenggaraan pendidikan. Namun, seiring lajunya zaman rasanya semakin berat tantangan dunia pendidikan ini dalam rangka menyiapkan manusia yang mempunyai akhlak mulia. Diketahui, bahwa pada era globalisasi ini, batas-batas budaya sulit dikenali. Oleh karena itu, tugas dunia pendidikan semakin berat untuk ikut membentuk bukan saja insan yang siap berkompetisi, tetapi juga mempunyai akhlak mulia dalam segala tindakannya sebagai salah satu modal sosial (capital social). Agar terbentuknya insan yang berakhlak mulia, tentu saja ada suatu tuntutan bagaimana proses pendidikan yang dijalankan mampu mengantarkan manusia menjadi pribadi yang utuh, baik secara jasmani maupun rohani. [1]
Lebih dari itu, dunia pendidikan masih dihadapkan pada kerusakan yang tengah dialami bangsa Indonesia, yaitu permasalahan “krisis multidimensi”. Artinya, krisis yang tengah melanda bangsa ini tidak hanya dalam bidang financial moneter (keuangan) semata, melainkan juga adanya pengelolaan yang lemah (weak governance) dalam urusan pemerintahan serta kekuasaan, sehingga semakin merambah meliputi semua segi kehidupan bangsa[2]. Untuk itu, penegakan akhlak yang mulia harus menjadi agenda yang tidak boleh dikesampingkan, karena lemahnya akhlak inilah yang tampaknya menyebabkan bangsa ini mengalami krisis multidimensi.



[1] Sudarwan Danim. (2006). Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan.                               Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[2] Sudarwan Danim. (2006). Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dapatlah diamati, KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang menjadi penyakit bangsa ini sulit dihentikan, seakan-akan telah menjadi suatu budaya. Bahkan pada era reformasi ini ditemui, untuk tidak mengatakan banyak, orang yang awalnya meneriakkan “hentikan korupsi”, sekarang sebaliknya malah dia sendiri yang melakukan KKN. Seakan-akan dia berteriak karena belum mendapat bagian kue, dan ketika giliran mendapatkannya lantas diam.
Melihat kedaan semacam ini, tidaklah berlebihan apabila salah satu perioritas garapan dunia pendidikan adalah mengatasi krisis akhlak yang tengah melanda bangsa ini. Namun, terkadang memang terasa ironis, disebabkan kebanyakan yang melakukan tindak korupsi atau berprilaku tak berakhlak adalah mereka orang-orang yang “terdidik”. Mereka adalah orang yang pernah mengenyam dunia pendidikan, yang rata-rata pernah duduk di tingkat pendidikan menengah lanjutan sampai perguruan tinggi, bahkan tingkat doktoral.
Pertanyaannya adalah, apakah hal tersebut menandakan kurang berhasilnya dunia pendidikan bangsa Indonesia? Atau, perilaku yang semacam ini sudah menjadi mental kebanyakan masyarakat bangsa Indonesia, sehingga sulit disembuhkan. Terlepas dari semua itu, tetap bahwa pendidikan akhlak atau pendidikan humaniora harus dikedepankan. Dengan demikian, tidak semestinya terdengar atau keluar perkataan “putus asa”.
Etika ini dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


B. Aplikasi Akhlak Baik dalam Ekonomi

              
Secara umum, bisa dibilang bahwa ekonomi adalah sebuah bidang kajian tentang pengurusan sumber daya material individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Karena ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan atau distribusi.
Persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan. Etika ini mencegah terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada KKN dan diskriminasi. Minimnya etika di bidang ini lebih menimbulkan akibat negatif seiring dengan munculnya dominasi kapitalisme yang bersandar pada premis kaum libertarian bahwa kebebasan hasrat manusia harus dijamin dan hanya dengan kebebasan hasrat itulah akan dicapai kemajuan di bidang ekonomi. Intinya, kapitalisme percaya bahwa nafsu keserakahan (greed) manusia-lah yang akan mendatangkan kemajuan. Oleh karena itu, tidak boleh ada batasan terhadap kebebasan keserakahan manusia ini, terutama kebebasan untuk berusaha menjalankan aktivitas ekonomi dengan segala cara. Premis mendasar kapitalisme tersebut memunculkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) keburukan. Pertama, persaingan bebas, dengan menghalalkan segala cara, yang menghasilkan pemusatan kekuasaan atau modal hanya pada segelintir orang. Karena keserakahan yang dibiarkan bebas, maka persaingan pun terjadi dan pemilik modal lebih besar keluar sebagai pemenang. Selain menimbulkan kesenjangan, pemusatan modal juga mengganggu keseimbangan pasar karena produksi tetap dijalankan sedangkan kemampuan membeli tidak ada. Krisis pun terjadi dan akan menjadi bagian dari kapitalisme itu sendiri. Kedua, perekonomian kapitalisme tidak berpijak pada perekonomian riil.
Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan tidak selalu berbanding lurus dengan pertumbuhan industri atau perdagangan barang dan jasa. Banyak perdagangan yang bersifat semu dan berorientasi pada pemuas kesenangan serta mengejar keuntungan. Misalnya, perdagangan mata uang dan logam mulia.
Perdagangan ini mengakibatkan nilai dan jumlah uang yang beredar “seolah-olah” semakin besar dan bertambah nilainya, namun tidak diiringi pertumbuhan sektor riil. Suatu saat, tentu akan mengalami puncak dan ambruk karena tidak memiliki aktivitas ekonomi riil sebagai dasarnya. Ketiga, sistem yang mengumbar keserakahan dan persaingan bebas yang menghalalkan segala cara telah merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara, terutama maraknya praktik korupsi.
Banyak sekali konsep-konsep ekono­mi yang termuat dalam Al-Qur-an, diantaranya yang bersumber dari surat Al Qoshos ayat 77 yang isinya
.
 
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Maksudnya adalah perekonomian yang dikelola dengan berorientasi pada dunia dan ahirat.



C.  Aplikasi Akhlak Baik dalam Hukum
               Aplikasi akhlak baik dalam hukum dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak pada keadilan. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warganegara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya..
Menetapkan hukum syariat merupakan fardhu kifayah. Masyarakat harus mempunyai seorang hakim agar hak-hak mereka tidak sia-sia.
Dalam aspek hukum terdapat keutamaan yang besar bagi siapa saja yang kuat mengembannya serta melaksanakan hak-haknya. Pelaksanaan hukum lebih utama dari ibadah lainnya yang dilandasi dengan niat. Dalam pelaksanaan hukum terdapat hal yang sangat strategis sekali dan berdosa besar bagi orang yang tidak melaksanakan haknya.
            Hadis yang menjelaskan tentang hukum adalah :


عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : (الْقُضَاةُ ثَلاَ ثَةٌ وَا حِدٌ فِي الْجَنَّةِ وَاثْنَانِ فِي النَّارِ فَأَمَّا الَّذِي فِي الْجَنَّةِ فَرَجَلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ وَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَجَارَ فِي الْحُكْمِ فَهُوَ فِي النَّارِ وَرَجُلٌ قَضَى للنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِي النَّا رِ ) قَالَ أَبُو دَاوُد وَ هَذَا أَصَحُّ شَيْ ءٍفِيهِ يَعْنِي حَدِيثَ ابْنِ بُرَيْدَةَ الْقُضَاةُ ثَلَا ثَةٌ
(رواه أبو داود في السنن, كتاب الأقضية, باب في القا ضي يخطئ)



Dari Buraidah r.a, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Hakim itu ada tiga macam: Dua hakim berada di neraka dan satu di surga. Hakim yang mengetahui kebenaran kemudian ia menetapkan hukum dengannya, maka ia berada di surga. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran, tetapi ia tidak menetapkan hukum dengannya dan berlaku curang dalam hukum, maka ia berada di neraka. Dan hakim yang tidak mengetahui kebenaran lalu menetapkan hukum kepada manusia di atas kebodohan, maka ia berada di neraka. ” (HR.Empat imam hadits) [3]


[3] Abdullah bin Abdurrahman Albassam, Syarah Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007),  hlm. 195
D. Aplikasi Akhlak Baik dalam Politik          
Tujuan utama kekuasaan dan kepemimpinan dalam suatu pemerintahan dan Negara adalah menjaga suatu system ketertiban agar masyarakat menjalankan kehidupannya dengan wajar.pemerintahan pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan tidak diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat,  mengembangkan kemampuan dan kreatifitas demi tercapainya tujuan bersama. Oleh karena itu, secara umum tugas pokok pemerintah atau penguasa suatu Negara adalah menjamin diterapkannya perlakuan adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapunyang melatagrbelakangi keberadaan mereka, melakukan pekerjaan umumdan member pelayanan dalambidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non pemerintah, atau yang akan lebih baik dikerjakan oleh pemerintah, melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan social, menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, serta kebijakan lain, menerapkan kebijakan utnuk pemeliharaan dan pemanfaatna sumber daya alam dan lingkungan hidup. Untukmengemban amanah tersebut diperlukan konstitusi,hokum, etika dan lembaga-lembaga yang tepat dengan para aparatur yang selalu semangat melayani kepentingan umum dalam menyelenggarakan kekuasaan Negara harus berdasar pada :
  1. Ketertiban dan kepastian hokum dalam pemerintahan;
  2. Perencanaan dalam pembangunan;
  3. Pertanggung jawaban, baik oleh pejabat dalam arti luas maupun oleh pemerintah;
  4. Pengabdian pada kepentingan masyarakat;
  5. Pengendalian yang meliputi kegiatan pengawasn, pemeriksaan, penelitian, dan penganalisisan;
  6. Keadilantata usaha/administrasi Negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Akhlak yang disyariatkan oleh Islam dalam politik dan kenegaraan adalah sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 59 :
قال الله تعالى: {يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَومِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً} [النساء: 59] .
”Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa : 59)
Rakyat harus berakhalak baik kepada pemimpinnya, yaitu taat sebagaimana taatnya umat Islam kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Akan tetapi pemimpin yang wajib ditaati adalah pemimpin yang bertakwa kepada Allah SWT, berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunah, jujur adil, dan selalu berkeinginan untukmeningkatkan kesejahtaraan rakyatnya.
Akhlak dalam berpolitik sebagaimana disyariatkan dalam ajaran Islam adalah akhlak yang dibangun oleh dasar-dasar Qurani, sehingga para politisi, penguasa, negarawan, dan masyarakat wajib menerapkan etika  politik Islam. Diantaranya seelalu saling menghargai pendapat masing-masing, menegakkan demokrasi, menepati janji-janji politik kepada masyarkat, jujur, dan amanah dalam memegang dan menjalankan tugas-tugasnegara demi kesejahteraan dak keadilan social.  Oleh karena itu, akhlak dalam berpolitik perlu ditegakkan, diantaranya dengan mengamalkan seluruh peraturan perundangan yang berlaku.
Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Akhlak-akhlak yang disyariatkan dalam Islam itu bermacam-macam.  Dalam makalah ini penulis membatasi pembahasan aplikasi akhlak baik ini. Penulis memaparkan mengenai alikasi akhlak baik dalam ekonomi, hukum, politik dan pendidikan. Pengimplementasian akhlak baik ini dalam kehidupan sangatlah perlu dilaksanakan. Dalam kehidupan bersosialisasai, berbangsa dan bernegara.


B. SARAN
Penulis menyarankan agar dalam menjalankan kehidupan ini dalam berbagai aspek apapun hendaknya dijalankan sesuai syariat Islam atau sesuai dengan akhlak baik yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Baik itu dalam pelaksanaan ibadah ritual, pendidikan, ekonomi, politik, hikum, seni budaya, kemasyarakatan, lingukngan dan kesehatan.


1 komentar:

  1. Dapatkan pinjaman dana paling tinggi hanya dengan gadai bpkb mobil dan kredit mobil bekas dp rendah serta cicilan yang ringan untuk seluruh wilayah indonesia
    Untuk keterangan selengkapnya silahkan hubungi marketing officer kami berikut ini. Cukup melalui sms atau whatsapp, kemudian marketing kami akan segera menghubungi Anda
    Contact : Sukma Dinata
    Phone/Whatsapp/Sms: 081280295839

    BalasHapus